Seni & Budaya ardyansyar Aksara Lontara, Warisan Literasi Suku Bugis Di Sulawesi Selatan 21/08/2019Masyarakat suku Bugis memiliki tradisi sastra yang kuat. Bahkan sebuah karya sastra Bugis diakui sebagai memori dunia oleh UNESCO, yaitu naskah yang berjudul I La Galigo, sebuah epos mitologi Bugis. Naskah ini merupakan karya sastra terpanjang di dunia, bahkan lebih panjang dari epos Mahabrata dari India. Pada tahun 2012, La Galigo dianugerahi sertifikat Memory of The World MOW dari United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization UNESCO. Naskah asli La Galigo ditulis dengan aksara Lontara kuno Bugis dalam bahasa Bugis asli Galigo. Konon bahasa Galigo saat ini hanya dipahami oleh kurang dari 100 orang. Lontara adalah aksara tradisional masyarakat Bugis-Makassar. Menurut cerita, konon aksara lontara dibuat oleh Daeng Pamette, seorang "sabannara" syahbandar sekaligus "tumailalang" menteri urusan istana dalam dan luar negeri kerajaan atas perintah raja Gowa ke IX, Karaeng Tumapakrisi Kallonna. Lontara sendiri berasal dari kata lontar yang merupakan salah satu jenis tumbuhan yang ada di Sulawesi Selatan. writingtradition Gulungan naskah lontar Menurut Profesor Mattulada, seorang antropolog Universitas Hasanuddin asal Bulukumba, Sulawesi Selatan, bentuk dasar aksara Lontara berasal dari bentuk filosofis sulapa' appa' walasuji, yaitu berbentuk belah ketupat. Sulapa' appa' empat sisi adalah bentuk mistis kepercayaan Bugis-Makassar klasik yang menyimbolkan unsur pembentukan manusia, yaitu api pepe' – air je'ne – angin anging – tanah butta. Sedangkan walasuji berarti sejenis pagar bambu yang biasa digunakan pada acara ritual. Aksara Lontara secara tradisional ditulis dari kiri ke kanan, tanpa spasi scriptio continua dan zig-zag atau tidak beraturan boustrophedon di akhir halaman jika penulis kehabisan ruang untuk menulis. Aksara ini terdiri dari 23 huruf untuk Lontara Bugis dan 19 huruf untuk Lontara Makassar. Selain itu, perbedaan Lontara Bugis dengan Lontara Makassar yaitu pada Lontara Bugis dikenal huruf ngka', mpa' , nca', dan nra' sedangkan pada Lontara Makassar huruf tersebut tidak ada. Aksara Lontara tak memiliki tanda baca virama/pemati vokal sehingga aksara konsonan mati tidak ditulis. Hal ini dapat menimbulkan kerancuan bagi orang yang tak terbiasa dan tidak mengerti. onenusantara Tulisan tradisional Bugis pada gulungan daun lontar Misalnya kata "Mandar" hanya ditulis mdr, dan tulisan sr dapat dibaca sarang, sara', atau sara tergantung konteks kalimat. Kekurangan ini dimanfaatkan dalam permainan tradisional Basa to bakke dan Elong Maliung bettuanna yang mana permainan ini menggunakan kata-kata yang bermakna berbeda dengan ejaan yang sama untuk dimanipulasi dan dicari makna tersembunyinya. Karena tulisan Bugis tradisional tidak mempunyai tanda konsonan, maka amat sukar membacanya kalau tidak melihat kepada kalimat keseluruhannya. Apabila membaca satu perkataan saja boleh mengelirukan karena ia boleh dibunyikan dengan pelbagai bunyi. Namun banyak sarjana Bahasa Bugis sudah mencipta tanda konsonan untuk mengatasi kelemahan tulisan ini supaya pembaca mampu memahami semua perkataan Bugis tanpa perlu melihat kepada keseluruhan kalimat. Ada berbagai tanda yang digunakan, misalnya ada yang menggunakan tanda bulat di atas huruf dan ada juga apostropi di depan huruf dan sebagainya. Referensi Video tentang Aksara Lontara, Warisan Literasi Suku Bugis Di Sulawesi Selatan
Lambang bunyi Lontara, kembali dikenal sebagai aksara Bugis atau Makassar, adalah pelecok satu huruf tradisional Indonesia yang berkembang di Sulawesi Selatan. Abc ini terutama digunakan untuk menggambar bahasa Bugis, Makassar, dan Mandar. Tetapi dalam pekembangannya juga digunakan di wilayah lain yang asian pengaruh Bugis-Makassar sama dengan Bima di Sumbawa timur dan Ende di Flores dengan tambahan atau modifikasi. Abc ini yaitu turunan semenjak aksara Brahmi India melangkahi makelar aksara Kawi. Aksara Lontara aktif digunakan sebagai goresan sehari-hari maupun sastra Sulawesi Selatan setidaknya sejak abad 16 M hingga mulanya abad 20 M sebelum fungsinya berangsur-angsur tergantikan dengan huruf Latin. Aksara ini masih diajarkan di Sulawesi Selatan andai bagian dari muatan domestik, namun dengan penerapan yang terbatas dalam sukma sehari-perian. Baca juga Lontara’ Ibarat Sumber dalam Penulisan Sejarah di Sulawesi Selatan Berikut ini yakni panduan sumir dalam penulisan fonem Lontara. Fonem dasar indung surat Leter Lontara yakni sistem tulisan abugida yang terdiri berpangkal 23 aksara dasar. Sebagai halnya abjad Brahmi lainnya, setiap konsonan merepresentasikan satu silabel dengan vokal inheren /a/ nan dapat diubah dengan pemberian diakritik tertentu. Arah penulisan fonem Lontara adalah kiri ke kanan. Secara tradisional fonem ini ditulis tanpa spasi antarkata scriptio continua dengan tanda baca yang paling kecil. Berikut ini merupakan huruf asal pada Lontara Terdapat empat aksara yang merepresentasikan suku kata pra-nasal, merupakan, ngka, mpa, nra, dan nca. Keempat aksara ini tak pernah digunakan dalam materi berbahasa Makassar dan yaitu salah satu ciri distingtif tulisan Bugis. Cuma, n domestik praktik penulisan tradisional Bugis-pula, keempat leter ini seringkali tidak dipakai dengan tegar, bahkan oleh penulis profesional. Diakritik anak asuh surat Diakritik merupakan keunggulan yang melekat plong abc utama untuk menyangkal vokal inheren fonem utama yang bersangkutan. Terwalak 5 diakritik n domestik aksara Lontara. Berikut ini merupakan anak manuskrip aksara Lontara dan contoh penggunaannya Baca juga Muhammad Salim, Penerjemah Lontara nan Menerima Penghargaan Satyalancana Peradaban Tanda baca Referensi tradisional Lontara ditulis tanpa spasi antarkata scriptio continua dan lain banyak menggunakan segel baca. Aksara Lontara diketahui saja memiliki pallawa bagaikan huruf angka. Pallawa berfungsi sebagaimana titik atau koma kerumahtanggaan huruf Latin dengan membagi wacana ke dalam penggalan yang mirip namun enggak sama dengan bait atau kalimat. Merek baca ini bisa ditemukan dalam semua skenario beraksara Lontara. Paradigma penulisan Aksara Lontara Bugis-Makassar secara tradisional tidak n kepunyaan diakritik pemati virama atau penanda sejenis yang mematikan vokal aksara dasar, sehingga lumrah ditemukan kata-kata yang tidak sepenuhnya dieja menirukan pelafalan kata yang bersangkutan. Lain adanya diakritik pemati ceria merupakan pelecok satu alasan utama banyaknya kerancuan kerumahtanggaan referensi Lontara tolok. Artikel Tercalit
MasyarakatBugis memiliki penulisan tradisional memakai aksara Lontara. Pada dasarnya, suku kaum ini kebanyakannya beragama Islam Dari segi aspek budaya.Etnik Bugis mempunyai bahasa tersendiri dikenali sebagai Bahasa Bugis (Juga dikenali sebagai Ugi). Konsonan di dalam Ugi pula di kenali sebagai Lontara yang berdasarkan tulisan Brahmi. Penggunaanaksara Lontara yang paling fenomenal ada pada karya Sureg Galigo, sebuah karya epos terpanjang di dunia. Aksara Lontara terdiri atas 23 huruf konsonan dan 6 huruf vokal mandiri. Aksara ini sebenarnya memiliki sistem penulisan angka, tapi masyarakat banyak yang tidak mengetahuinya karena informasi dan data yang tersedia sangat minim. bVIS.